Jumat, 12 April 2013

MODUSSSS!!!... (153 MALAM -BAG.5-)





Malam pertama di bui ana tidur di lantai (bawah) tepat depan pintu kamar mandi. Lantainya begitu sempit dan dingin, dengan lebar sekitar setengah meter dan panjang sekitar 3 meter. Ana terpaksa tidur di lantai bawah dikarenakan tidak mau membayar 'kommit' (uang kamar/commitment). Seandainya ana membayar uang kamar atau menyetujui kommit yang diberikan oleh KM (Kepala Kamar) sesuai dengan jumlah yang disepakati, maka ana akan mendapat beberapa fasilitas dan pelayanan kamar. Berhubung ana tidak 'kommit' akhirnya ana pun disuruh tidur di bawah tanpa alas sama sekali. Keadaan seperti ini masih bisa ana terima walaupun terasa berat, apalagi ana tidak terbiasa tidur di lantai tanpa alas. Ana harus siap merasakan keadaan seperti ini selama di bui entah beberapa lamanya.

Di lantai tempat ana tidur diisi oleh 2 orang tahanan yang senasib, sehingga kami berjumlah 3 orang, dan jika ada orang yang ingin masuk ke kamar mandi, maka harus melangkahi kami terlebih dahulu, ditambah lagi hawa dingin yang berasal dari kamar mandi, sehingga kami harus siap untuk masuk angin dan kedinginan. Sebagian yang lainnya tidur di atas yang beralaskan tripleks, ada juga yang di bawah dan beralaskan tripleks, dan yang lainnya di aula yang berukuran agak luas. Mereka masih lebih baik dan nyaman daripada kami yang tidur dibawah tanpa alas dan depan kamar mandi, karena mereka masih sedikit mendapatkan kehangatan dan tempat yang agak leluasa.

Seharusnya ana masih lebih bersyukur karena masih ada yang lebih parah kondisinya. Orang yang disebelah ana harus tidur dalam keadaan tersiksa karena menahan rasa sakit bekas 'digulung' oleh para tahanan ketika masuk bui. Dia tidak mampu untuk tidur karena seluruh badannya memar, bahkan untuk bicara saja sulit baginya. Ana pernah mencoba menolongnya untuk memberinya minum ke orang tersebut, namun ana malah dilarang oleh para tahanan dengan berkata, "Kamu orang baru jangan macam-macam! Siapa yang suruh kasih minum ke dia! Gak perlu dikasihani dan ditolong, itu hanya MODUS!!! (Modus = Dusta/rekayasa)." Ya sudah, daripada bermasalah akhirnya ana biarkan orang tersebut, walaupun merasa kasihan dengannya, lagipula melihat status ana yang masih 'orang baru' jadi harus bisa membaca kondisi lebih dahulu.

Seorang tahanan bercerita kepada ana, "Kamu disini masih lebih baik daripada saya. Ketika baru masuk, saya disuruh tidur di dalam kamar mandi sambil duduk diatas botol. Ada juga beberapa tahanan yang senasib. Sangat menderita apa yang saya alami waktu itu. Tidak ada satupun yang menolong. Jika saya tidak melakukannya, maka akan mendapat perlakuan yang lebih buruk dari itu. Saya sampai menangis dan tersiksa."
Mendengar pengakuan dari orang tersebut, maka ana jadi merasa lebih baik dari sebelumnya, karena masih ada yang lebih parah dari apa yang ana alami saat ini. Biarkanlah semua berjalan sesuai dengan kehendak-Nya, dan ana harus siap menghadapi semua. Bahkan ada juga yang menceritakan, "Di Lapas nanti lebih parah lagi daripada disini (Rutan). Bagi tahanan yang tidak bisa 'kommit' maka dia akan merasakan kehidupan yang penuh dengan kesengsaraan! Untuk tidur, dia tidak boleh berbaring, harus tidur berdiri sampai pagi! atau minimalnya tidur jongkok. Jika beruntung, maka dia boleh tidur berbaring, tapi harus berdesak-desakan dan bertumpuk-tumpuk. Bayangkan saja, untuk tempat dengan lebar 1 meter diisi sampai 5 orang!! Caranya adalah tidur berbaring dengan posisi miring dan berhadap-hadapan. Jika masih kurang muat, maka posisinya dirubah, orang pertama posisi kepala di utara dan orang kedua (sebelahnya) posisinya dibalik yaitu kepala di selatan, begitu seterusnya agar bisa muat semuanya. Jangan heran jika kaki teman kita menempel di wajah kita atau menendang kepala kita. Suatu saat nanti kita semua akan dimutasikan (dipindah) ke Lapas. Tinggal menunggu waktu kapan hal itu akan terjadi atas diri kita..."

Malam itu terasa sangat lama. Walaupun sudah tengah malam, tapi ana masih sulit untuk tertidur. Sambil menunggu rasa kantuk, ana terbayang keadaan keluarga di rumah, orangtua, istri dan dua anak ana yang masih kecil dan lucu. Mereka telah kehilangan seseorang yang mereka sayangi. Begitu juga ana telah kehilangan orang-orang yang ana sayangi. Mereka harus siap hidup tanpa ana selama beberapa lama, padahal kami belum pernah berpisah sebelumnya. Ana meninggalkan istri paling lama 3 hari, itupun karena ada kegiatan seperti mendaki gunung atau lainnya. Istri ana sangat merasa berat jika harus pergi darinya selama sehari atau beberapa hari. Namun sekarang...ana telah meninggalkannya dan tidak tahu kapan akan kembali, entah itu beberapa bulan atau beberapa tahun. Dan ana berharap semoga saja Allah memberikan pertolongan kepada kami sehingga kami bisa berkumpul kembali secepatnya, entah besok atau lusa. Ana berangan-angan semoga besok akan datang pertolongan dari Allah sehingga ana dibebaskan, namun rupanya itu hanya angan-angan yang belum terjadi, dan selalu sirna setiap harinya, justru ana akan merasakan kejadian demi kejadian di dalam bui ini dalam beberapa bulan lamanya, kejadian yang tidak terlupakan hingga dituliskan kejadian ini disini...

Menjelang shubuh ana terbangun. Alhamdulillah bisa tertidur juga akibat kelelahan. Ketika mata terbuka, ana perhatikan sekeliling, tembok, orang-orang yang tertidur, pintu jeruji, dan pakaian yang ditumpuk di sudut kamar. Ana masih memperhatikannya tanpa berkata-kata, hingga akhirnya tersadar dan muncul kesedihan dalam diri, hati ana berbicara, "Rupanya ana masih di dalam bui...ingin rasanya semua ini hanya mimpi..." Ana masih terbaring di lantai, berat rasanya untuk bangun, namun ana paksakan juga. Ana perhatikan disekeliling ada juga yang sudah bangun atau mereka memang tidak tidur alias begadang.

Ketika waktu shubuh semakin mendekati, ust. FA bergegas membangunkan seluruh tahanan untuk shalat Shubuh. Beliau membangunkan setiap tahanan satu persatu agar bisa mengikuti shalat Shubuh berjamaah. Mengenai ust. FA, setelah kejadian waktu maghrib kemaren, ana mendatanginya dan berbicara empat mata dengannya. Dan berkata kepadanya, "Afwan ustadz, ada yang ingin ana katakan."

Ust. FA berkata, "Iya silahkan..."

"Begini ustadz... Mungkin ustadz sudah mengetahui apa manhaj ana, dan ustadz tahu bahwa diantara kita banyak perbedaan. Ana meminta agar ustadz mau memaklumi atas perbedaan ini, karena ini masalah prinsip." ujar ana.

Ust. FA menjawab, "Iya ana sudah tahu. Itu sudah biasa, tidak apa-apa."

Alhamdulillah untuk masalah ini ust. FA mau mengerti, sehingga perselisihan antara kami tidak melebar bahkan sejak saat itu sudah tidak ada lagi perdebatan. Waktu shalat Shubuh pun masuk dan kami melaksanakan shalat berjamaah, walaupun banyak juga diantara para tahanan yang tetap tidur dan tidak melaksanakan shalat.

Waktu menunjukkan pukul 07.30 pagi. Tiba-tiba masuk beberapa petugas ke dalam tahanan. Petugas tersebut berteriak-teriak kepada para tahanan, "Olahraga!! Ayo olahraga!! Bangun!! Bangun!! Buka bajunya semua!!...Semua bangun...keluar menuju aula!!"

Serentak kami semua bergegas menuju aula sambil membuka baju. Seseorang berkata kepada ana, "Disini olahraga itu wajib, tidak boleh tidak, setiap hari harus berolahraga." Kebetulan ana termasuk orang yang gemar berolahraga, jadi aktivitas ini termasuk aktivitas yang menyenangkan, tapi tidak bagi yang lain, karena mereka menganggap aktivitas ini adalah racun, kenapa? Nanti akan tahu jawabannya...

Kami semua berbaris di aula yang berukuran sekitar 6m x 12m tanpa ada yang memakai baju satupun. Di hadapan kami ada instruktur olahraga dari tahanan yang senior. Sedangkan beberapa petugas hanya menyaksikan. Olahraga dimulai dari senam ringan selama 15 menit, kemudian dilanjutkan lari ditempat sebanyak 400 hitungan, setelah itu lanjut ke yang lebih berat seperti push up dan sit up. Ketika masuk push up dan sit up, banyak dari tahanan yang keberatan, bahkan KO, padahal baru hitungan ke-10 atau 20. Yang lucu bagi ana adalah, yang KO itu adalah preman-preman atau orang-orang yang bermuka seram dan berbadan besar. Tidak menyangka sama sekali kalau mereka bisa KO ketika olahraga atau push up/sit up di hitungan 20, padahal selama ini ana menyangka mereka adalah orang-orang yang kuat, makanya mereka disebut preman atau 'jagoan'. Sejak saat itu ana tahu sisi dalam para preman atau penjahat, mereka banyak yang tidak memiliki keahlian bela diri, bahkan untuk berolahraga saja mereka malas dan keberatan. Lantas kenapa mereka bisa jadi preman atau penjahat? Mereka cukup memiliki modal tampang seram atau badan besar, selain itu juga butuh modal nyali yang besar walaupun mereka tidak memiliki fisik yang kuat atau keahlian beladiri. Walaupun ada juga preman atau penjahat yang ahli dalam beladiri dan memiliki fisik yang kuat, namun itu hanya sebagian kecil dari mereka, bahkan jarang. Mereka cukup menakut-nakuti orang dari tampangnya yang seram dan badannya yang besar, serta nyali yang kuat. Untuk memiliki nyali yang besar bagi mereka cukup mudah, narkoba atau khamer adalah pembantu bagi mereka agar bisa memiliki nyali yang besar dan mental yang berani. Karena pengaruh narkoba sangat besar sekali, salah satunya adalah membuat seseorang jadi berani dalam berbuat sesuatu tanpa harus berpikir sehat.

Maka dari itu bagi ikhwan sekalian khususnya yang siap untuk menegakan kebenaran dan beramar maruf nahi munkar, jika sewaktu-waktu berhadapan dengan preman, maka tidak perlu takut atau 'down' terhadap mereka, optimislah selalu selama diatas kebenaran. Kecuali jika mereka jauh lebih banyak jumlahnya dari kita, maka pertimbangkanlah maslahat dan mudharatnya. Ada kalanya langkah seribu adalah solusi yang terbaik untuk itu...

Setelah selesai berolahraga, kami disuruh berkumpul, semuanya duduk di aula. Beberapa tahanan senior yang ditakuti dan disegani berdiri sambil berkata, "Tahanan yang baru datang kemarin berdiri!!! Mana tahanan yang baru??!!" Orang-orang semuanya menunjuk dan memanggil ana, selain itu mereka juga memanggil tahanan baru lainnya. Kami akhirnya berdiri di hadapan para tahanan, menunggu apa yang akan terjadi. Kemudian salah seorang tahanan senior mengintrogasi kami satu persatu, dari nama, alamat, sampai kasus yang dilakukan. Kami semua menjawab sesuai dengan pertanyaannya. Setelah itu dia berkata kepada seorang tahanan baru yang berada di sebelah ana, "Coba nyanyikan lagu Indonesia Raya! Jika salah atau tidak bisa maka rasakan hukuman dari kami!!!"

Kami terkejut mendengar perintah tersebut, karena ana paling tidak suka bernyanyi, terlebih lagi ana tidak hafal lagu Indonesia Raya. Terakhir menyanyikan ketika masih sekolah, sekitar 15 tahun yang lalu. Suasanapun kembali tegang, pandangan seluruh tahanan tertuju kepada kami, menunggu eksekusi yang kesekian kalinya. Ana menyangka sudah tidak akan terjadi apa-apa lagi, namun rupanya sekarang ana akan mengalami kejadian yang menegangkan kembali. Untung saja yang disuruh menyanyi awalnya bukan ana, melainkan orang yang disebelah ana. Orang tersebut mulai menyanyikan. Namun baru masuk beberapa bait, orang tersebut terdiam karena lupa bait selanjutnya. Akibatnya dia kena marah oleh para tahanan, dan tidak hanya itu tapi juga kena cacian dan hinaan, bahkan ada yang berani memukulnya. Kemudian orang tersebut mengulang kembali menyanyikan lagu Indonesia Raya dari awal. Orang tersebut berhenti di pertengahan lagu karena lupa. Kejadian yang sama pun terulang kembali. Karena dia tidak mampu untuk melanjutkan, maka dia diberi hukuman push up sebanyak sekian puluh kali sampai KO.

Kini tibalah saatnya giliran ana untuk beryanyi. Semua tahanan mengarahkan pandangannya, menunggu ana untuk menyanyikan lagu tersebut. Ana masih terdiam. Di lain sisi ana memang sudah lupa akan isi lagu tersebut, selain itu juga ana tidak suka dengan yang namanya 'menyanyi'. Ketika ana sedang terdiam, tiba-tiba ust. FA datang menghampiri sambil berkata, "Ane tahu ente gak mau nyanyi, karena menurut ente menyanyi itu Bid'ah! Semuanya ente bid'ahin!!"

Ust. FA terus berujar seperti itu di hadapan para tahanan sambil memprovokasi mereka kembali. Ana kembali muak dengan sikap ust. FA yang terus mencari masalah terhadap ana. Ingin sekali ana membantah dan mendebat ucapannya itu, namun teringat kembali akan status ana disini yang masih baru dan belum memiliki kemampuan atau kekuatan, jadi terpaksa tidak ana tanggapi sikap ust. FA tersebut. Dan untungnya para tahanan juga tidak menanggapi ucapan ust. FA itu, karena mereka sibuk untuk menghukum ana karena tidak mau menyanyi. Ana melihat ke sekeliling, rupanya masih ada petugas yang mengawasi kami. Petugas itu sepertinya menikmati permainan kami ini. Hingga kemudian ada beberapa tahanan yang mau menolong sehingga ana diperbolehkan untuk tidak menyanyi tapi cukup digantikan dengan push up beberapa puluh kali. Mendengar keputusan seperti itu ana merasa senang, karena ana lebih senang memilih push up puluhan kali daripada harus menyanyi. Ana pun kemudian menyelesaikan push up dengan segera dan tanpa ada masalah kembali. Setelah itu acara selesai, dan para tahanan kembali ke kamar tahanan masing-masing untuk melaksanakan aktivitas rutinnya seperti membersihkan kamar, mandi, sarapan, dll.

Jam 9 pagi adalah waktu besuk dibuka. Waktu inilah yang sangat ana suka karena bisa berjumpa dengan keluarga atau teman-teman yang datang membesuk. Ana berharap hari ini ada keluarga ana yang datang, walaupun baru sehari ditahan, rasa rindu terhadap mereka sudah semakin dalam seolah-olah lama berpisah. Detik demi detik berlalu, dan ana masih tetap menunggu nama ana dipanggil.

Keadaan masih terasa begitu berat. Terus terang ana tidak pernah tertawa selama beberapa pekan pertama karena beratnya tekanan yang ana alami disini. Kejadian-kejadian lucu yang terjadi tidak mampu membuat ana tertawa, sesekali hanya tersenyum untuk sekedar menghormati atau menghargai. Ana menyadari jika keadaan saat ini sudah begitu beratnya sehingga sudah tidak ada lagi yang dapat menghibur ana disini, maka bagaimana nanti di padang mahsyar? Semua akan tersibukan oleh urusannya masing-masing, tidak ada hiburan, tidak ada gurauan atau senyuman, tidak ada kepedulian, tidak ada pertolongan kecuali pertolongan dari Allah...

Selang beberapa jam tiba-tiba nama ana dipanggil petugas. Ana langsung bergegas mengambil baju seragam tahanan yang ada nomornya untuk memenuhi panggilan tersebut. Setelah ana temui petugas, dia memberitahu bahwa ada orang yang mau membesuk. Rupanya beberapa orang kawan datang membesuk sebagai bentuk kepedulian dan dukungan dari mereka. Kedatangan kawan-kawan sangat berarti sekali disaat ana sedang membutuhkan bantuan motivasi maupun nasehat, sehingga ana merasa sedikit terhibur akan kedatangan mereka. Selama ditahan, Alhamdulillah banyak dari orang-orang yang ana kenal maupun yang tidak ana kenal datang membesuk. Dan tidak beberapa lama, datang pula keluarga ana untuk membesuk. Adapun keluarga ana selalu datang membesuk setiap dua hari sekali, dan jika sedang ada urusan maka mereka hampir datang setiap harinya. Waktu-waktu yang terindah selama di bui adalah tatkala datang keluarga atau sahabat yang membesuk, sehingga dapat mengobati rasa kerinduan ana.

Waktu besukan ketika di Rutan dibatasi, paling lama adalah sekitar 15 menit, dan tidak boleh lebih dari itu. Adapun tempat besukan tidak seperti yang ada di film atau sinetron, bisa mengobrol sepuasnya, saling bersentuhan atau berpegangan, pandang-memandang, atau duduk bersama. Tempat besukannya sangat memprihatinkan sekali. Berada di dalam ruangan yang luasnya sekitar 3m x 2m, itupun masih dibagi lagi menjadi 4 tempat untuk besukan 4 orang. Tidak disediakan kursi untuk kami sehingga kami harus berdiri selama dibesuk. Diantara kami ada 3 pembatas, yang pertama adalah jeruji besi, dan jeruji besi itu masih dilapisi lagi oleh jeruji besi berbentuk kotak-kotak seperti saringan pasir, kemudian dilapisi lagi oleh kawat nyamuk yang tebal sehingga tidak ada sesuatupun yang bisa menembusnya. Kondisi seperti itu membuat kami tidak dapat melihat wajah orang-orang yang membesuk secara jelas, begitu juga sebaliknya mereka tidak dapat melihat kami dengan jelas karena terhalang oleh pembatas-pembatas tersebut. Ketika ana merindukan untuk bersentuhan dengan istri atau anak-anak, maka ana hanya bisa bersentuhan antara ujung jari jemari kami. Walaupun sedikit yang bisa tersentuh, namun hal itu begitu berarti. Ingin sekali ana memeluk mereka, namun apa daya keadaan telah memisahkan kami, sehingga ana hanya bisa menyentuh ujung jari mereka. Dan kemudian datanglah keadaan yang menyedihkan bagi kami yaitu ketika waktu besukan kami berakhir dan kami harus berpisah. Keluarga ana kembali pulang menuju rumah meninggalkan ana di dalam tahanan. Berat rasanya kami harus berpisah ketika itu. Istri ana harus pulang dan hidup di rumah saat itu tanpa suami, begitu juga anak-anak ana yang harus berpisah dengan ayahnya, dan kedua orangtua ana yang begitu menyayangi ana harus siap berpisah sementara waktu dengan anaknya.

Setelah mereka (keluarga ana) hilang dari pandangan ana di ruang besukan, kesepian kembali menyelimuti, ana langkahkan kaki ini menuju kamar tahanan. Kembali berkumpul bersama para tahanan yang jumlahnya sekitar 70 orang. Disitulah ana mulai bergaul dengan mereka untuk mengusir kesepian dan menghibur diri, sekaligus mencari pengalaman baru yang belum pernah ana dapatkan sebelumnya.

Itulah sebagian kecil dari pengalaman ana di dalam Rutan di hari dan malam pertama. Untuk pengalaman di hari-hari berikutnya semakin banyak, yang insya Allah jika tidak ada halangan akan ana ceritakan sebagian. Untuk kisah berikutnya, ana akan mencoba menceritakan tentang pengalaman ana ketika berdialog dengan teman-teman di tahanan yang mereka adalah para penjahat-penjahat kriminal, seperti perampok, pencuri, pencopet, bandar narkoba, preman, setut (pelecehan seksual), pembunuh, dll.

Ana banyak mendapatkan pelajaran, pengalaman atau ilmu dari mereka yang sebelumnya tidak ana ketahui, karena terus terang seumur hidup ana belum pernah memiliki teman seorang penjahat kriminal, dan disinilah ana banyak mendapat teman yang mereka adalah para penjahat (maksudnya bukan teman karib/dekat). Adapun ana mencoba belajar atau mencari pengalaman kepada mereka tentang kejahatan mereka tidak lain bukan untuk diamalkan, melainkan agar bisa mengetahui kejahatan mereka dan terhindar darinya, insya Allah, seperti halnya ucapan Hudzaifah ibnu Yaman radhiyallahu 'anhu.

Dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu dia berkata, “Dahulu manusia bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tentang kebaikan sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan karena khawatir akan menimpa diriku.” (Mutafaqun ‘Alaihi).

Seorang pujangga berkata:

عرفتُ الشـر لا للشر ولكن لتوقِّـيـــه
ومن لم يعرف الشر من الناس يقع فيه

Aku mengetahui kejahatan bukan untuk jahat tetapi untuk menghindarinya
Siapa pun orang yang tidak mengetahui kejahatan dia akan mengenainya.

Semoga di kisah berikutnya bisa ana ceritakan tentang pengalaman atau dialog antara ana dengan mereka agar kita bisa mengambil ibrah dan manfaatnya. Seperti dialog ana dengan ahli copet agar kita bisa terhindar dari para pencopet, atau dialog ana dengan penjahat ranmor (kendaraan bermotor) yang profesional agar kita bisa terhindar dari kejahatan mereka, dan lainnya insya Allah.

Bersambung ke episode berikutnya -insya Allah- (episode ke-6).

Oleh Abu Fahd Negara Tauhid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan saran dan kritiknya