Sabtu, 09 Maret 2013

NASI CADONG (153 MALAM -BAG.4-)

Malam ini merupakan makan malam pertama ana di bui. Semuanya berkumpul duduk di lantai membuat lingkaran dan saling berhadap-hadapan. Agak tegang rasanya menunggu makan malam kami dibagikan. Ingin segera tahu seperti apa makanan penjara itu, karena selama ini ana hanya mengetahui dari beberapa sumber dan belum melihat langsung. Namun sesaat lagi ana akan melihatnya bahkan akan merasakannya, seperti apa makanan penjara itu yang kata orang 'menyeramkan' seperti tempatnya?

Tidak lama datang pelayan kamar membawakan beberapa box makanan untuk kami. Setiap orang mendapat jatah 1 box makanan yang isinya terdiri dari nasi, lauk dan sayur. Setelah dibagi-bagikan box makanan tersebut, ana pun melihat isinya, apakah menu makan malam yang akan ana santap? Setelah ana melihatnya, rupanya menunya biasa saja menurut ana, tidak ada yang aneh, hanya saja menunya bukan termasuk menu kesukaan ana, bahkan menu itu adalah menu yang tidak ana suka dan ana enggan memakannya. Makanan yang tidak mengenyangkan karena sedikit ukurannya. Ana pun menyantapnya lantaran saking laparnya. Namun pada suapan pertama ana merasa kaget...rasanya?!....iya rasanya! Rasanya aneh sekali menurut ana. Walaupun menu itu adalah menu yang biasa orang memakannya tapi rasanya sangat berbeda sekali, bahkan ana belum pernah merasakannya. Terasa tidak enak di lidah, bahkan hampir tidak memiliki rasa alias tawar! Ana terus terang tidak berani berkata macam-macam tentang makanan penjara khawatir termasuk mencela makanan. Intinya, makanan tersebut adalah makanan yang memiliki cita rasa yang berbeda sekali dengan makanan normal. Ana pun terpaksa memakannya karena lapar dan tidak ada lagi yang bisa dimakan selain itu. Untungnya ana pernah berlatih dan sedikit memiliki kemampuan survival (bertahan diri) karena ana seorang pecinta alam atau pendaki gunung yang wajib memiliki kemampuan untuk survival, sehingga ana dibutuhkan untuk dapat mengkonsumsi segala sesuatu untuk bertahan hidup, seperti meminum air mentah, memakan makanan dalam kondisi apapun (seperti mentah, tidak enak, dll) selama masih layak dimakan dan halal.

Ana berusaha untuk tidak mengeluh dalam kondisi apapun, begitu juga dalam kondisi memakan makanan penjara. Mau tidak mau ana habiskan makanan tersebut, daripada ana sakit dan lemah jika ana tidak memakannya. Ana anggap ini bagian dari survival yang ana pelajari, bedanya ini di dalam ruangan dan bukan di hutan. Memang terasa berat untuk mengunyah makanan tersebut sehingga ana paksa untuk menelannya secara langsung agar tidak berlama-lama menikmati hidangan yang akan ana konsumsi selama beberapa bulan kedepan. Walaupun ana pernah merasakan hidup serba kekurangan dan pernah juga bergaul dengan orang-orang miskin, namun ana belum pernah memakan makanan yang rasanya seperti makanan bui ini. Bahkan mereka yaitu orang-orang miskin masih lebih baik makanannya dari makanan bui ini (sebatas yang ana ketahui, walaupun banyak juga orang miskin yang sama makanannya atau lebih parah).
Menu yang biasa dihidangkan di Rutan tempat ana ditahan adalah nasi yang berasal dari beras yang mutunya paling rendah atau seperti beras raskin. Kalau untuk lauk seperti ikan lele (kecil), atau tahu sepotong, atau tempe sepotong, atau kerupuk 1 buah, atau bakwan 1 buah, atau telur. Adapun untuk sayur seperti kacang panjang, atau sop, atau kangkung, atau mie. Porsi makanan itu sangat sedikit sekali dan tidak mengenyangkan. Ana terima segalanya dan berusaha untuk bersyukur kepada Allah, karena inilah ujian yang sudah Allah tetapkan untuk ana. Ana anggap ini merupakan teguran untuk ana pribadi, mungkin sewaktu diluar ana terlalu banyak lalai akan nikmat Allah atau terlalu banyak kenikmatan yang telah ana peroleh sehingga ana jauh dan lupa dari kesengsaraan yang bisa saja menimpa kita suatu saat nanti. Ana terima ini semua, ana anggap sebagai balasan atas kelalaian ana selama ini, dan ana jadikan hal ini ujian yang dapat menghapus dosa-dosa ana, jika Allah menghendaki.

Ana teringat ketika istri ana datang membesuk ana di Rutan, setelah ana mengalami dan merasakan makanan di penjara. Ana katakan kepada istri ana, "Mungkin dulu abuya pernah mengeluh atau marah jika mama memasak dan menghidangkan makanan yang tidak abuya suka/bukan selera abuya, atau yang kurang enak rasanya. Abuya meminta maaf atau sikap abuya seperti itu. Abuya berjanji kepada mama, mulai saat ini abuya tidak akan pernah mengeluh atau marah terhadap masakan yang mama buat atau hidangkan ke abuya. Dan mama bebas memasak makanan apa saja untuk abuya....semua masakan mama akan abuya terima..." Istri ana pun terharu mendengar penuturan ana seperti itu. Ana pun menyadari kalau memakan makanan buatan keluarga seperti istri atau ibu merupakan suatu kenikmatan yang tiada harganya, walaupun makanan itu bukan selera kita atau tidak enak rasanya, namun makanan itu jauh lebih baik dan lebih berharga dari makanan penjara yang ana rasakan. Apalah artinya makanan enak namun terpisah dari keluarga??...

Banyak sekali para tahanan yang mengeluh soal makanan di Rutan. Setiap hari ada saja keluhan dari mereka, bahkan tidak sedikit yang sampai membawa keributan dengan berbagai macam alasan. Ketika kami sedang makan, seseorang tahanan berkata kepada kami (beliau termasuk teman ana berinisial RO, suku Ambon, tubuhnya dipenuhi tatto, wajahnya seram namun hatinya lembut, dia sudah belasan kali 'R', yaitu Residivis/mantan narapidana, dan sebagian besar hidupnya dihabiskan di penjara), beliau berkata, "Kalian masih beruntung memakan makanan di Rutan ini. Nanti jika kalian sudah dipindahkan ke Lapas (LP/Lembaga Pemasyarakatan), kalian akan lebih kaget lagi melihat makanan disana. Makanan di Rutan ini masih jauh sangat baik dibandingkan dengan makanan di Lapas, karena makanan di Lapas adalah makanan terburuk yang pernah kalian lihat! Kalian akan memakan makanan tanpa rasa, adapun makanan disini masih ada rasanya walaupun sedikit. Kalian akan memakan makanan serba mentah, adapun disini masih matang. Nasi disini masih sangat baik jika dibandingkan dengan nasi disana, seperti makanan ternak. Sayurnya juga, disana tidak ada sayuran yang dikupas kulitnya, tidak juga dicuci bersih, bahkan dimasak bersama akar-akarnya. Lauknya juga, masih dalam keadaan mentah, seandainya dimasak atau digoreng, hanya dicelupkan saja. Rasakanlah nanti....banyak tahanan yang tidak sanggup memakannya, bahkan mereka akan menangis jika melihatnya. Ada juga yang seminggu tidak sanggup memakannya...dan banyak lagi."

Perkataannya sangat menakuti kami khususnya para tahanan yang belum pernah merasakan makanan di Lapas. Nafsu makan kami jadi hilang seketika karena ceritanya. Ana berharap cerita itu tidak menjadi kenyataan atas diri ana. Semoga ana tidak mengalami seperti yang dialaminya, atau Lapas yang akan ana datangi kelak berbeda dengan Lapasnya, lebih baik dari Lapas yang lain. Tapi itu hanyalah angan-angan belaka, karena apa yang teman ana ceritakan menjadi kenyataan atas diri ana. Makanan Lapas adalah salah satu mimpi buruk setiap tahanan atau narapidana, dan termasuk dalam daftar tambahan mimpi buruk mereka. Pengalaman yang begitu berharga sekali bagi ana dapat merasakan makanan di Lapas. Sesuai dengan cerita teman ana...

Ketika ana di Lapas, ana dapati makanan disana sesuai dengan apa yang teman ana ceritakan. Rasa makanan yang tidak wajar bagi kami, nasi yang bukan berwarna putih melainkan berwarna abu-abu karena banyak kotorannya seperti batu, gabah, dan lainnya, bahkan setiap sesuap nasi akan didapati batu atau gabah di dalamnya. Menurut teman ana yang pernah mengkonsumsi nasi raskin mengatakan bahwa nasi raskin masih lebih baik dari nasi di Lapas. Adapun lauknya adalah telur atau tempe, atau ikan/ikan asin, atau lemak/tetelan, dan lainnya. Kebanyakan lauknya disediakan masih dalam keadaan mentah, seperti tempe yang digoreng hanya dicelup saja kemudian diangkat sehingga kondisinya masih sangat mentah. Begitu juga halnya dengan ikan, masih tercium bau amisnya, dagingnya terasa lunak basah karena tidak matang, bahkan ketika ana makan, isi perutnya masih tersedia dan tidak dibersihkan, masih lengkap dengan usus-ususnya dan kotorannya. Adapun telur rebus, jika orang tersebut belum beruntung, ketika ia buka telur tersebut maka ia akan mendapati telur dalam keadaan busuk dan bau menyengat, sehingga ia terpaksa makan tanpa lauk pada hari itu. Pernah juga menemukan telur rebus yang ketika dibuka dalamnya sudah hampir menjadi embrio ayam. Adakah yang mampu memakannya? Sedangkan sayur beraneka macam kondisinya, tidak semua dikupas kulitnya, dan dimasak bersama kulit langsung, seperti wortel, kentang, dan lainnya. Ada juga yang sama akar-akarnya. Ana tidak tahu apakah juru masaknya lupa membuang akarnya atau memang disengaja? Jika lupa lantas kenapa ini berlangsung seterusnya? Seperti sayur kacang panjang, dipotongnya juga panjang-panjang sesuai dengan namanya, dengan panjang sekitar sejengkal, terpaksa kami potong sendiri supaya tidak 'kelolokan'. Mayat ulat mengambang di sayur adalah pemandangan yang biasa, jadi tidak perlu merasa aneh sendiri atau manja. Belum lagi box makanannya yang kotor, bau dan tidak pernah dicuci bersih selamanya, dicucinya hanya dicelupkan saja di air cucian yang sudah kotor. Namun semua itu terpaksa kami makan, karena tidak ada lagi selain itu yang bisa kami makan. Kecuali jika ia memiliki uang, ia bisa membeli atau menitip makanan di kantin atau diluar dengan harga yang mahal. Tapi darimana bisa mendapatkan uang di dalam penjara kalau bukan dari orang yang peduli kepada kita seperti keluarga atau saudara? Bagaimana jika tidak memiliki keluarga atau orang yang peduli dan mau membantu? Dia tidak akan bisa memiliki uang sama sekali. Uang di dalam penjara termasuk barang langka. Uang seribu rupiah begitu sangat berharga di dalam penjara, karena tidak sedikit terjadi pertengkaran dan perkelahian hanya karena uang seribu rupiah. Begitu juga dengan sebungkus mie instant yang termasuk barang berharga di dalam penjara.

Ketika di Rutan, kami tidak diperbolehkan memegang uang sama sekali. Jadi kami hanya memakan makanan yang disediakan di Rutan atau kami mengandalkan dari besukan keluarga yang datang membesuk kami dan membawakan makanan untuk kami. Namun jangan harap anda bisa memakan makanan besukan keluarga kalian jika kalian memiliki KM (Kepala Kamar) yang zhalim. Awal-awal ana di Rutan, ana memiliki KM yang zhalim terhadap kami. Setiap ada keluarga yang datang membesuk kami dan membawakan makanan untuk kami dilarang kami menyentuh makanan tersebut padahal itu hak kami dan dari keluarga kami. Makanan tersebut mutlak jadi hak KM, dan dia bebas mengambil dan memakannya tanpa memberikannya ke kami, kecuali jika dia menghendaki untuk menyisakannya sedikit untuk kami. Memang KM kami adalah orang yang sangat rakus terhadap makanan, dia merampas setiap makanan anak buahnya seolah-olah itu adalah haknya. Ana enggan melawannya dikarenakan dia adalah pemimpin kami walaupun dia zhalim. Ana mencoba untuk bersabar terhadapnya, mudah-mudahan dengan kesabaran Allah menggantikannya dengan yang lebih baik. Setiap keluarga ana datang membawakan makanan, langsung dirampas olehnya, dan ana hanya disisakan sedikit olehnya, padahal ana sangat ingin merasakan pemberian dari keluarga ana sendiri. Tidak masalah bagi ana, apalagi itu hanya masalah perut yang tidak pantas diributkan atau dipermasalahkan.

Namun ada yang ana kagum di penjara ini perihal soal makanan, yaitu memiliki kebersamaan yang tinggi walaupun ada juga sebagian yang tidak. Salah satunya adalah, ketika ada makanan besukan datang, maka makanan itu dibagi rata untuk seluruh penghuni kamar, selama KM-nya adil dan tidak zhalim. Sering terjadi sepotong paha ayam dibagi rata menjadi 15 bagian, karena waktu itu penghuni kamarnya ada 15 orang. Jika penghuninya 20 orang maka paha ayam tersebut tetap akan dibagi menjadi 20 bagian. Tahukah jadi sebesar apa paha ayam itu pada tiap-tiap bagian? hanya sebesar kuku! Namun tetap mereka makan dan rasakan walaupun hanya sebesar kuku dan tidak mengenyangkan, yang penting adalah kebersamaan. Begitu juga dengan yang lainnya, nasi bungkus ukuran seporsi dibagi menjadi 15 bagian atau dimakan 10 orang, sebungkus mie instant dimakan 6 orang atau dibagi 15 orang, secangkir kopi diminum oleh 10 orang berganti-gantian, dan banyak lagi lainnya. Ada pemandangan menarik lainnya, ada seseorang dikasih sepotong gorengan atau bakwan. Kebetulan orang tersebut sedang duduk bersama kawan-kawannya. Merasa dikasih sepotong bakwan, maka dia berkewajiban untuk membagi kawan-kawannya tersebut. Dia pun akhirnya membagi sepotong bakwan itu menjadi beberapa bagian dan memberikannya ke kawan-kawannya. Bakwan yang didapat kawannya hanya sedikit karena sudah dibagi banyak, namun karena kawannya itu punya kawan juga, maka dia akhirnya membagi bakwan miliknya itu yang tinggal sedikit menjadi 2 bagian, yang 1 bagian untuk kawannya dan yang 1 bagian lagi untuknya, hingga akhirnya bakwan yang tersisa hanya seujung kelingking, tapi tetap dimakan olehnya. Pemandangan yang membuat ana terkesan di penjara ini...

Kejadian lainnya adalah, Alhamdulillah ada beberapa tahanan yang terbiasa melakukan puasa sunnah (senin kamis). Cara sahurnya begitu unik sekali. Perlu diketahui bahwasanya makanan penjara adalah makanan yang tidak mengenyangkan, namun mereka (orang yang berpuasa) ketika mau berpuasa esok harinya, dia hanya memakan setengah porsi dari makan malamnya, adapun yang setengahnya dia sisakan untuk sahur paginya. Padahal jika dia makan makanan seluruhnya tidak akan mengenyangkannya, namun dia memaksa untuk menyisakannya agar dia bisa sahur esok harinya. Namun apa yang terjadi ketika tiba waktu sahur? Ketika dia akan memakan sisa makanannya untuk sahur, dia dapati makanannya sudah basi! Nasinya sudah berlendir, dan sayurnya juga sudah basi tidak dapat dimakan. Dia coba mengakali agar tetap bisa memakannya. Caranya, dia membuang air pada sayur yang basi tersebut hingga tersisa sayurannya saja, kemudian sayurannya itu disiram air panas lalu dicampur ke nasi, sehingga jadi lebih baik dari sebelumnya. Tidak sampai disitu, mereka mendatangi tumpukan box makanan bekas makan malam orang-orang semalam. Mereka buka satu persatu box makanan tersebut dengan harapan mereka menemukan bekas makanan orang-orang yang masih tersisa. Iya masih ada beberapa butir nasi atau sesuap nasi di dalam box tersebut. Mereka pun mengambilnya dan mengumpulkannya hingga terkumpul nasi yang cukup untuk mereka makan sahur. Begitulah yang mereka lakukan setiap mereka sahur dan berpuasa.

Itulah sedikit pengalaman ana ketika makan makanan penjara atau yang biasa disebut 'Nasi Cadong'. Nasi Cadong adalah istilah dari makanan penjara yang sudah populer dikalangan para tahanan atau para 'R' (Residivis). Nasi cadong sangat dihinakan oleh mereka-mereka yang memiliki kemampuan harta. Mereka tidak mau memakannya, karena mereka mampu untuk membeli makanan dari luar dengan harta-harta mereka, padahal makanan luar sangat mahal harganya di dalam penjara dan tergolong barang mewah. Tapi tidak untuk kami yang mencoba dan berusaha untuk bersyukur dan mencukupi atas ujian ini. Kami sudah terbiasa makan nasi cadong dengan segala kondisi, anggaplah itu sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas apa yang pernah kita dapatkan dulu ketika kita diatas kenikmatan. Jika kita tidak diberikan ujian seperti itu, maka belum tentu kita bisa atau mampu bersyukur terhadap nikmat-nikmat Allah selama ini. Wallahu a'lam.

Masih banyak cerita tentang nasi cadong di dalam penjara, namun untuk saat ini ana cukupkan sampai disini saja, karena masih banyak yang ingin ana bahas disini selainnya. Seperti masalah yang akan ana bahas berikutnya yaitu masalah tidur di penjara. Ketika ana di penjara, ada beberapa pilihan untuk tidur, diantaranya: tidur berdiri sampai pagi, tidur jongkok sampai pagi, tidur press (lebar 1 meter diisi oleh 5 orang dengan posisi badan miring dan rapat), tidur duduk diatas botol, tidur di kamar mandi, tidur dilantai berbulan-bulan, tidur diatas tripleks, atau tidur diatas kasur? manakah yang akan ana pilih dan ana rasakan?

Bersambung Insya Allah...

Oleh Abu Fahd Negara Tauhid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan saran dan kritiknya