Malam ini merupakan makan malam pertama ana di bui. Semuanya
berkumpul duduk di lantai membuat lingkaran dan saling berhadap-hadapan. Agak
tegang rasanya menunggu makan malam kami dibagikan. Ingin segera tahu seperti
apa makanan penjara itu, karena selama ini ana hanya mengetahui dari beberapa
sumber dan belum melihat langsung. Namun sesaat lagi ana akan melihatnya bahkan
akan merasakannya, seperti apa makanan penjara itu yang kata orang
'menyeramkan' seperti tempatnya?
Tidak lama datang pelayan kamar membawakan beberapa box
makanan untuk kami. Setiap orang mendapat jatah 1 box makanan yang isinya
terdiri dari nasi, lauk dan sayur. Setelah dibagi-bagikan box makanan tersebut,
ana pun melihat isinya, apakah menu makan malam yang akan ana santap? Setelah
ana melihatnya, rupanya menunya biasa saja menurut ana, tidak ada yang aneh,
hanya saja menunya bukan termasuk menu kesukaan ana, bahkan menu itu adalah
menu yang tidak ana suka dan ana enggan memakannya. Makanan yang tidak
mengenyangkan karena sedikit ukurannya. Ana pun menyantapnya lantaran saking
laparnya. Namun pada suapan pertama ana merasa kaget...rasanya?!....iya
rasanya! Rasanya aneh sekali menurut ana. Walaupun menu itu adalah menu yang
biasa orang memakannya tapi rasanya sangat berbeda sekali, bahkan ana belum
pernah merasakannya. Terasa tidak enak di lidah, bahkan hampir tidak memiliki
rasa alias tawar! Ana terus terang tidak berani berkata macam-macam tentang
makanan penjara khawatir termasuk mencela makanan. Intinya, makanan tersebut
adalah makanan yang memiliki cita rasa yang berbeda sekali dengan makanan
normal. Ana pun terpaksa memakannya karena lapar dan tidak ada lagi yang bisa
dimakan selain itu. Untungnya ana pernah berlatih dan sedikit memiliki
kemampuan survival (bertahan diri) karena ana seorang pecinta alam atau pendaki
gunung yang wajib memiliki kemampuan untuk survival, sehingga ana dibutuhkan
untuk dapat mengkonsumsi segala sesuatu untuk bertahan hidup, seperti meminum
air mentah, memakan makanan dalam kondisi apapun (seperti mentah, tidak enak,
dll) selama masih layak dimakan dan halal.
Ana berusaha untuk tidak mengeluh dalam kondisi apapun,
begitu juga dalam kondisi memakan makanan penjara. Mau tidak mau ana habiskan
makanan tersebut, daripada ana sakit dan lemah jika ana tidak memakannya. Ana
anggap ini bagian dari survival yang ana pelajari, bedanya ini di dalam ruangan
dan bukan di hutan. Memang terasa berat untuk mengunyah makanan tersebut
sehingga ana paksa untuk menelannya secara langsung agar tidak berlama-lama
menikmati hidangan yang akan ana konsumsi selama beberapa bulan kedepan.
Walaupun ana pernah merasakan hidup serba kekurangan dan pernah juga bergaul
dengan orang-orang miskin, namun ana belum pernah memakan makanan yang rasanya
seperti makanan bui ini. Bahkan mereka yaitu orang-orang miskin masih lebih
baik makanannya dari makanan bui ini (sebatas yang ana ketahui, walaupun banyak
juga orang miskin yang sama makanannya atau lebih parah).
Menu yang biasa dihidangkan di Rutan tempat ana ditahan
adalah nasi yang berasal dari beras yang mutunya paling rendah atau seperti
beras raskin. Kalau untuk lauk seperti ikan lele (kecil), atau tahu sepotong,
atau tempe sepotong, atau kerupuk 1 buah, atau bakwan 1 buah, atau telur.
Adapun untuk sayur seperti kacang panjang, atau sop, atau kangkung, atau mie.
Porsi makanan itu sangat sedikit sekali dan tidak mengenyangkan. Ana terima
segalanya dan berusaha untuk bersyukur kepada Allah, karena inilah ujian yang
sudah Allah tetapkan untuk ana. Ana anggap ini merupakan teguran untuk ana pribadi,
mungkin sewaktu diluar ana terlalu banyak lalai akan nikmat Allah atau terlalu
banyak kenikmatan yang telah ana peroleh sehingga ana jauh dan lupa dari
kesengsaraan yang bisa saja menimpa kita suatu saat nanti. Ana terima ini
semua, ana anggap sebagai balasan atas kelalaian ana selama ini, dan ana
jadikan hal ini ujian yang dapat menghapus dosa-dosa ana, jika Allah
menghendaki.
Ana teringat ketika istri ana datang membesuk ana di Rutan,
setelah ana mengalami dan merasakan makanan di penjara. Ana katakan kepada
istri ana, "Mungkin dulu abuya pernah mengeluh atau marah jika mama
memasak dan menghidangkan makanan yang tidak abuya suka/bukan selera abuya,
atau yang kurang enak rasanya. Abuya meminta maaf atau sikap abuya seperti itu.
Abuya berjanji kepada mama, mulai saat ini abuya tidak akan pernah mengeluh
atau marah terhadap masakan yang mama buat atau hidangkan ke abuya. Dan mama
bebas memasak makanan apa saja untuk abuya....semua masakan mama akan abuya
terima..." Istri ana pun terharu mendengar penuturan ana seperti itu. Ana
pun menyadari kalau memakan makanan buatan keluarga seperti istri atau ibu
merupakan suatu kenikmatan yang tiada harganya, walaupun makanan itu bukan
selera kita atau tidak enak rasanya, namun makanan itu jauh lebih baik dan
lebih berharga dari makanan penjara yang ana rasakan. Apalah artinya makanan
enak namun terpisah dari keluarga??...
Banyak sekali para tahanan yang mengeluh soal makanan di
Rutan. Setiap hari ada saja keluhan dari mereka, bahkan tidak sedikit yang
sampai membawa keributan dengan berbagai macam alasan. Ketika kami sedang
makan, seseorang tahanan berkata kepada kami (beliau termasuk teman ana
berinisial RO, suku Ambon, tubuhnya dipenuhi tatto, wajahnya seram namun
hatinya lembut, dia sudah belasan kali 'R', yaitu Residivis/mantan narapidana,
dan sebagian besar hidupnya dihabiskan di penjara), beliau berkata,
"Kalian masih beruntung memakan makanan di Rutan ini. Nanti jika kalian
sudah dipindahkan ke Lapas (LP/Lembaga Pemasyarakatan), kalian akan lebih kaget
lagi melihat makanan disana. Makanan di Rutan ini masih jauh sangat baik
dibandingkan dengan makanan di Lapas, karena makanan di Lapas adalah makanan
terburuk yang pernah kalian lihat! Kalian akan memakan makanan tanpa rasa,
adapun makanan disini masih ada rasanya walaupun sedikit. Kalian akan memakan
makanan serba mentah, adapun disini masih matang. Nasi disini masih sangat baik
jika dibandingkan dengan nasi disana, seperti makanan ternak. Sayurnya juga,
disana tidak ada sayuran yang dikupas kulitnya, tidak juga dicuci bersih,
bahkan dimasak bersama akar-akarnya. Lauknya juga, masih dalam keadaan mentah,
seandainya dimasak atau digoreng, hanya dicelupkan saja. Rasakanlah
nanti....banyak tahanan yang tidak sanggup memakannya, bahkan mereka akan
menangis jika melihatnya. Ada juga yang seminggu tidak sanggup memakannya...dan
banyak lagi."
Perkataannya sangat menakuti kami khususnya para tahanan
yang belum pernah merasakan makanan di Lapas. Nafsu makan kami jadi hilang
seketika karena ceritanya. Ana berharap cerita itu tidak menjadi kenyataan atas
diri ana. Semoga ana tidak mengalami seperti yang dialaminya, atau Lapas yang
akan ana datangi kelak berbeda dengan Lapasnya, lebih baik dari Lapas yang
lain. Tapi itu hanyalah angan-angan belaka, karena apa yang teman ana ceritakan
menjadi kenyataan atas diri ana. Makanan Lapas adalah salah satu mimpi buruk
setiap tahanan atau narapidana, dan termasuk dalam daftar tambahan mimpi buruk
mereka. Pengalaman yang begitu berharga sekali bagi ana dapat merasakan makanan
di Lapas. Sesuai dengan cerita teman ana...
Ketika ana di Lapas, ana dapati makanan disana sesuai dengan
apa yang teman ana ceritakan. Rasa makanan yang tidak wajar bagi kami, nasi
yang bukan berwarna putih melainkan berwarna abu-abu karena banyak kotorannya
seperti batu, gabah, dan lainnya, bahkan setiap sesuap nasi akan didapati batu
atau gabah di dalamnya. Menurut teman ana yang pernah mengkonsumsi nasi raskin
mengatakan bahwa nasi raskin masih lebih baik dari nasi di Lapas. Adapun
lauknya adalah telur atau tempe, atau ikan/ikan asin, atau lemak/tetelan, dan
lainnya. Kebanyakan lauknya disediakan masih dalam keadaan mentah, seperti
tempe yang digoreng hanya dicelup saja kemudian diangkat sehingga kondisinya
masih sangat mentah. Begitu juga halnya dengan ikan, masih tercium bau amisnya,
dagingnya terasa lunak basah karena tidak matang, bahkan ketika ana makan, isi
perutnya masih tersedia dan tidak dibersihkan, masih lengkap dengan
usus-ususnya dan kotorannya. Adapun telur rebus, jika orang tersebut belum
beruntung, ketika ia buka telur tersebut maka ia akan mendapati telur dalam
keadaan busuk dan bau menyengat, sehingga ia terpaksa makan tanpa lauk pada
hari itu. Pernah juga menemukan telur rebus yang ketika dibuka dalamnya sudah
hampir menjadi embrio ayam. Adakah yang mampu memakannya? Sedangkan sayur
beraneka macam kondisinya, tidak semua dikupas kulitnya, dan dimasak bersama
kulit langsung, seperti wortel, kentang, dan lainnya. Ada juga yang sama
akar-akarnya. Ana tidak tahu apakah juru masaknya lupa membuang akarnya atau
memang disengaja? Jika lupa lantas kenapa ini berlangsung seterusnya? Seperti
sayur kacang panjang, dipotongnya juga panjang-panjang sesuai dengan namanya,
dengan panjang sekitar sejengkal, terpaksa kami potong sendiri supaya tidak
'kelolokan'. Mayat ulat mengambang di sayur adalah pemandangan yang biasa, jadi
tidak perlu merasa aneh sendiri atau manja. Belum lagi box makanannya yang
kotor, bau dan tidak pernah dicuci bersih selamanya, dicucinya hanya dicelupkan
saja di air cucian yang sudah kotor. Namun semua itu terpaksa kami makan,
karena tidak ada lagi selain itu yang bisa kami makan. Kecuali jika ia memiliki
uang, ia bisa membeli atau menitip makanan di kantin atau diluar dengan harga
yang mahal. Tapi darimana bisa mendapatkan uang di dalam penjara kalau bukan
dari orang yang peduli kepada kita seperti keluarga atau saudara? Bagaimana
jika tidak memiliki keluarga atau orang yang peduli dan mau membantu? Dia tidak
akan bisa memiliki uang sama sekali. Uang di dalam penjara termasuk barang
langka. Uang seribu rupiah begitu sangat berharga di dalam penjara, karena
tidak sedikit terjadi pertengkaran dan perkelahian hanya karena uang seribu
rupiah. Begitu juga dengan sebungkus mie instant yang termasuk barang berharga
di dalam penjara.
Ketika di Rutan, kami tidak diperbolehkan memegang uang sama
sekali. Jadi kami hanya memakan makanan yang disediakan di Rutan atau kami
mengandalkan dari besukan keluarga yang datang membesuk kami dan membawakan
makanan untuk kami. Namun jangan harap anda bisa memakan makanan besukan
keluarga kalian jika kalian memiliki KM (Kepala Kamar) yang zhalim. Awal-awal
ana di Rutan, ana memiliki KM yang zhalim terhadap kami. Setiap ada keluarga
yang datang membesuk kami dan membawakan makanan untuk kami dilarang kami
menyentuh makanan tersebut padahal itu hak kami dan dari keluarga kami. Makanan
tersebut mutlak jadi hak KM, dan dia bebas mengambil dan memakannya tanpa
memberikannya ke kami, kecuali jika dia menghendaki untuk menyisakannya sedikit
untuk kami. Memang KM kami adalah orang yang sangat rakus terhadap makanan, dia
merampas setiap makanan anak buahnya seolah-olah itu adalah haknya. Ana enggan
melawannya dikarenakan dia adalah pemimpin kami walaupun dia zhalim. Ana
mencoba untuk bersabar terhadapnya, mudah-mudahan dengan kesabaran Allah
menggantikannya dengan yang lebih baik. Setiap keluarga ana datang membawakan
makanan, langsung dirampas olehnya, dan ana hanya disisakan sedikit olehnya,
padahal ana sangat ingin merasakan pemberian dari keluarga ana sendiri. Tidak
masalah bagi ana, apalagi itu hanya masalah perut yang tidak pantas diributkan
atau dipermasalahkan.
Namun ada yang ana kagum di penjara ini perihal soal
makanan, yaitu memiliki kebersamaan yang tinggi walaupun ada juga sebagian yang
tidak. Salah satunya adalah, ketika ada makanan besukan datang, maka makanan
itu dibagi rata untuk seluruh penghuni kamar, selama KM-nya adil dan tidak
zhalim. Sering terjadi sepotong paha ayam dibagi rata menjadi 15 bagian, karena
waktu itu penghuni kamarnya ada 15 orang. Jika penghuninya 20 orang maka paha
ayam tersebut tetap akan dibagi menjadi 20 bagian. Tahukah jadi sebesar apa
paha ayam itu pada tiap-tiap bagian? hanya sebesar kuku! Namun tetap mereka
makan dan rasakan walaupun hanya sebesar kuku dan tidak mengenyangkan, yang
penting adalah kebersamaan. Begitu juga dengan yang lainnya, nasi bungkus
ukuran seporsi dibagi menjadi 15 bagian atau dimakan 10 orang, sebungkus mie
instant dimakan 6 orang atau dibagi 15 orang, secangkir kopi diminum oleh 10
orang berganti-gantian, dan banyak lagi lainnya. Ada pemandangan menarik
lainnya, ada seseorang dikasih sepotong gorengan atau bakwan. Kebetulan orang
tersebut sedang duduk bersama kawan-kawannya. Merasa dikasih sepotong bakwan,
maka dia berkewajiban untuk membagi kawan-kawannya tersebut. Dia pun akhirnya
membagi sepotong bakwan itu menjadi beberapa bagian dan memberikannya ke
kawan-kawannya. Bakwan yang didapat kawannya hanya sedikit karena sudah dibagi
banyak, namun karena kawannya itu punya kawan juga, maka dia akhirnya membagi
bakwan miliknya itu yang tinggal sedikit menjadi 2 bagian, yang 1 bagian untuk
kawannya dan yang 1 bagian lagi untuknya, hingga akhirnya bakwan yang tersisa
hanya seujung kelingking, tapi tetap dimakan olehnya. Pemandangan yang membuat
ana terkesan di penjara ini...
Kejadian lainnya adalah, Alhamdulillah ada beberapa tahanan
yang terbiasa melakukan puasa sunnah (senin kamis). Cara sahurnya begitu unik
sekali. Perlu diketahui bahwasanya makanan penjara adalah makanan yang tidak
mengenyangkan, namun mereka (orang yang berpuasa) ketika mau berpuasa esok
harinya, dia hanya memakan setengah porsi dari makan malamnya, adapun yang
setengahnya dia sisakan untuk sahur paginya. Padahal jika dia makan makanan
seluruhnya tidak akan mengenyangkannya, namun dia memaksa untuk menyisakannya
agar dia bisa sahur esok harinya. Namun apa yang terjadi ketika tiba waktu
sahur? Ketika dia akan memakan sisa makanannya untuk sahur, dia dapati
makanannya sudah basi! Nasinya sudah berlendir, dan sayurnya juga sudah basi
tidak dapat dimakan. Dia coba mengakali agar tetap bisa memakannya. Caranya,
dia membuang air pada sayur yang basi tersebut hingga tersisa sayurannya saja,
kemudian sayurannya itu disiram air panas lalu dicampur ke nasi, sehingga jadi
lebih baik dari sebelumnya. Tidak sampai disitu, mereka mendatangi tumpukan box
makanan bekas makan malam orang-orang semalam. Mereka buka satu persatu box
makanan tersebut dengan harapan mereka menemukan bekas makanan orang-orang yang
masih tersisa. Iya masih ada beberapa butir nasi atau sesuap nasi di dalam box
tersebut. Mereka pun mengambilnya dan mengumpulkannya hingga terkumpul nasi
yang cukup untuk mereka makan sahur. Begitulah yang mereka lakukan setiap
mereka sahur dan berpuasa.
Itulah sedikit pengalaman ana ketika makan makanan penjara
atau yang biasa disebut 'Nasi Cadong'. Nasi Cadong adalah istilah dari makanan
penjara yang sudah populer dikalangan para tahanan atau para 'R' (Residivis).
Nasi cadong sangat dihinakan oleh mereka-mereka yang memiliki kemampuan harta.
Mereka tidak mau memakannya, karena mereka mampu untuk membeli makanan dari
luar dengan harta-harta mereka, padahal makanan luar sangat mahal harganya di
dalam penjara dan tergolong barang mewah. Tapi tidak untuk kami yang mencoba
dan berusaha untuk bersyukur dan mencukupi atas ujian ini. Kami sudah terbiasa
makan nasi cadong dengan segala kondisi, anggaplah itu sebagai bentuk rasa
syukur kepada Allah atas apa yang pernah kita dapatkan dulu ketika kita diatas
kenikmatan. Jika kita tidak diberikan ujian seperti itu, maka belum tentu kita
bisa atau mampu bersyukur terhadap nikmat-nikmat Allah selama ini. Wallahu
a'lam.
Masih banyak cerita tentang nasi cadong di dalam penjara,
namun untuk saat ini ana cukupkan sampai disini saja, karena masih banyak yang
ingin ana bahas disini selainnya. Seperti masalah yang akan ana bahas
berikutnya yaitu masalah tidur di penjara. Ketika ana di penjara, ada beberapa
pilihan untuk tidur, diantaranya: tidur berdiri sampai pagi, tidur jongkok
sampai pagi, tidur press (lebar 1 meter diisi oleh 5 orang dengan posisi badan
miring dan rapat), tidur duduk diatas botol, tidur di kamar mandi, tidur
dilantai berbulan-bulan, tidur diatas tripleks, atau tidur diatas kasur?
manakah yang akan ana pilih dan ana rasakan?
Bersambung Insya Allah...
Oleh Abu Fahd Negara Tauhid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan saran dan kritiknya