Senin, 01 Agustus 2011

Tegar di Atas Sunnah

     Alkisah, ada seorang bapak dan anaknya berboncengan menunggangi seekor keledai, dimana kita tahu keledai adalah hewan seperti kuda namun bertubuh kecil. Ketika melewati suatu perkampungan, maka orang-orang di kampung tersebut serta merta mencemooh bapak dan anak tersebut, "Dasar bapak dan anak tidak punya otak, keledai kecil begitu dinaiki berdua." Akhirnya setelah melewati perkampungan tersebut, si bapak berkata kepada anaknya, "Nak, kamu dengar apa yang dikatakan orang-orang di kampung itu tadi?". Si anak menjawab, "Iya pak, saya dengar." "Kalau begitu, sekarang kamu yang naik keledai ini, biar bapak yang berjalan kaki."
      Tidak beberapa lama, mereka memasuki perkampungan yang lain. Orang-orang di kampung tersebut pun mencemooh si bapak dan anak yang kebetulan lewat di depan mereka, "Dasar anak tidak punya otak, masa' ia enak-enak naik keledai sementara bapaknya malah berjalan kaki." Setelah keluar dari kampung itu, si bapak pun berkata " Nak, kamu dengar apa yang dikatakan orang-orang tadi?" "Iya pak, saya dengar." "Sekarang kamu turun, biar bapak yang naik keledai."


     Setelah beberapa mil, masuklah mereka ke perkampungan yang lain. Sama seperti di perkampungan-perkampungan yang terdahulu, orang-orang di kampung itu pun kembali mencemooh bapak dan anak itu, "Dasar bapak tidak punya otak, enak-enakkan ia di atas keledai, sementara anaknya berjalan kaki." 
Setelah melewati perkampungan tersebut, si bapak kembali berkata kepada anaknya "Nak, kamu dengar apa yang dikatakan orang-orang itu?" "Iya saya dengar pak." "Kalau begitu, kamu turun, kita berdua jalan kaki saja."
      Beberapa saat kemudian mereka memasuki perkampungan yang baru lagi. Lagi-lagi penduduk kampung tersebut mencemooh mereka, "Dasar bapak dan anak tidak punya otak, untuk apa bawa keledai kalau tidak dinaiki."
     Akhirnya bapak itu pun jengah dan berkata, "Nak kalo seandainya kita pikul keledai ini berdua, pasti orang-orang akan tetap mencemooh kita."
      Saudaraku, begitulah kita-kira gambaran yang diberikan oleh Ustadzuna Thobroni, beliau adalah pelajar di Darul Ma'rib Yaman, ketika memberikan muhadharahnya di Masjid Ibnu Abbas, Sabtu 30 Juli 2011 yang lalu. 

     Benarlah apa yang difirmankan Alloh subhanahu wa ta'ala yang artinya, “Seandainya kalian mengikuti kebanyakan orang di muka bumi, sungguh mereka akan menyesatkan kalian dari jalan Allah" 
(Qs:al An’aam:116)

        Saudaraku, ketika kita telah yakin bahwa apa yang kita yakini adalah benar, yaitu dalam beragama sesuai dengan tuntunan Rosululloh sholallohu alaihi wassalam, memahami agama sesuai dengan pemahaman sahabat, maka tak perlu kita risau dengan cemoohan orang. Jangan gentar dikatakan kambing hanya karena berjenggot, jangan minder dikatakan ninja karena bercadar, jangan galau dikatakan kebanjiran karena celana cingkrang. Jangan takut wahai saudaraku, karena manusia pasti mencemooh, dan cemoohan mereka tidak akan ada habisnya, apalagi bila kita terus mengikuti cemoohan mereka. Jangan begini, jangan begitu dan seterusnya tidak akan ada habisnya bila kita mengikuti 'keridhoan' mereka.

       Tetap tegar wahau saudaraku, Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah menuliskan surat kepada Mu’awiyah. Isinya sebagai berikut "Salam untukmu. Amma Ba’du. Sesungguhnya aku mendengar Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ’Barangsiapa mencari ridho Alloh dengan membuat manusia murka, maka Alloh akan bereskan urusannya dengan sesama manusia. Tetapi barangsiapa mencari ridho manusia dengan membuat Alloh murka maka Alloh akan serahkan orang tersebut kepada manusia‘ Wassalamu ‘alaika." (HR. Tirmidzi. Dalam As Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi 'ala diinnik...


Kota Berkembang, ba'da Tarawih, 2 Romadhon 1432 H
Aqrizal Gilang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan saran dan kritiknya