Kondisi semakin parah, bahkan lebih parah
dari sebelumnya. Waktu berjalan tidak sesuai dengan apa yang ana
inginkan. Ana tinggal menunggu detik-detik penghabisan…pasrah terhadap
kejadian ini…tidak ada yang dapat
menolong ana saat itu kecuali Allah Azza wa Jalla…akankah nasib ana akan
seperti Kijang Baru itu yang terkapar kesakitan?
Adapun ust.FA
seperti sudah diatas angin, dia telah berhasil memprovokasi para
tahanan dengan fitnah-fitnahnya, sehingga para tahanan semakin membenci
ana. Dia bahas segala perbedaan-perbedaan pemahaman dan amalan agar
semakin memperkeruh suasana, selain itu juga dia sebarkan fitnah-fitnah
terhadap pemahaman ana yang dituduh sebagai Wahhabi agar manusia
menjauhi pemahaman tersebut dan menganggapnya sebagai pemahaman sesat
dan menyesatkan. Ana masih banyak diam di hadapannya, karena bukan waktu
yang tepat untuk berdebat dengannya saat ini. Padahal dia selalu
memancing-mancing perdebatan agar kami saling berdebat dan disaksikan
oleh seluruh tahanan, namun ana berusaha menghindari perdebatan
dengannya dengan mengalihkan pembicaraan. Tapi tetap saja ust.FA tidak
mau menyudahi orasinya.
Suasana di dalam tahanan semakin heboh
oleh teriakan-teriakan penghuni tahanan. Terus terang ana merasa kasihan
kepada para tahanan di dalam, mereka sangat awam terhadap agamanya
sehingga mudah sekali dibodoh-bodohi dan diprovokasi oleh seseorang.
Seandainya mereka dibimbing oleh seseorang yang bersih aqidahnya, maka
betapa beruntungnya mereka, namun sayangnya mereka malah dibimbing oleh
seseorang yang memusuhi sunnah dan banyak melakukan kebid'ahan, sehingga
mereka malah semakin jauh dari agamanya.
Ana memperhatikan
wajah-wajah mereka, semuanya terlihat marah dan tidak bersahabat. Ana
berharap diantara mereka ada satu orang yang mau membela ana, atau mau
memperlihatkan senyuman ke ana sebagai tanda persahabatan. Namun ana
tidak menemukannya sama sekali. Ana menyangka telah salah masuk kamar.
Atau berharap apa yang ana alami saat ini adalah mimpi, namun ana tidak
mampu untuk terjaga dari mimpi ini. Akhirnya ana akui kalau kejadian ini
adalah sebuah kenyataan yang harus ana hadapi. Ana pun menyadari bahwa
ini adalah salah satu dari takdir yang telah Allah tetapkan untuk ana.
Dan ana harus mampu melaluinya, walaupun hanya sendirian. Ana teringat
sebuah kalimat yang berbunyi: "Hasbunallah wa ni'mal wakiil" (Cukuplah
Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung).
Kata sahabat Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa “hasbunallah wa ni’mal
wakiil” adalah perkataan Nabi ‘Ibrahim ‘alaihis salaam ketika beliau
ingin dilempar di api. Sedangkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan kalimat tersebut dalam ayat,
إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu,
karena itu takutlah kepada mereka,” maka perkataan itu menambah keimanan
mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan
Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. (HR. Bukhari no. 4563).
Disaat kondisi semakin panas, tiba-tiba masuk seorang petugas lengkap
dengan pakaian dinasnya ke dalam kamar tahanan. Petugas tersebut masuk
karena ingin tahu apa yang sedang terjadi di dalam, sekaligus
mengantisipasi dari hal-hal yang tidak diinginkan. Petugas itu
menyaksikan apa yang sedang kami lakukan. Ana sedikit merasa lega akan
kehadiran petugas tersebut, semoga dengan datangnya petugas tersebut
keadaan menjadi kondusif, dan ana bisa terlindungi. Namun lagi-lagi
keadaan tidak sesuai dengan yang ana harapkan. Apakah yang terjadi
kemudian? Petugas tersebut malah mendukung ust.FA!!... Bahkan petugas
tersebut ikut-ikutan mencela dan menyalahkan ana. Benar-benar ana
semakin terpojokan di dalam kamar tahanan ini. Adapun ust.FA malah
semakin senang karena mendapat dukungan dari petugas. Akhirnya ust.FA
memanfaatkan kondisi seperti ini untuk mengajak debat dan menelanjangi
pemikiran ana. Dalam perdebatan, ust.FA banyak mengeluarkan dalil-dalil
yang dihafalnya, beliau pun fasih dalam berbahasa Arab, mahir dalam
berceramah dan memiliki banyak massa. Keadaan seperti inilah yang
akhirnya memaksa ana untuk ber'Tauriyah'. Tauriyah adalah keinginan
seseorang dengan ucapannya yang berbeda dengan zhahir ucapannya.
Hukumnya boleh dengan dua syarat: pertama, kata tersebut memberikan
kemungkinan makna yang dimaksud. Kedua, bukan untuk perbuatan zhalim.
Ana melakukan 'Tauriyah' ketika ust.FA bertanya ke ana, "Kamu dari
golongan Islam yang mana?" Sebelum ana menjawab, ana berpikir terlebih
dahulu, agar jawaban ana tidak semakin mencelakakan ana dan tidak
menambah fitnah atas ana. Akhirnya ana pun menjawab, "Saya
Muhammadiyah." Maksudnya adalah pengikut Nabi Muhammad shalallahu
'alaihi wasallam, dan bukan organisasi Muhammadiyah yang didirikan oleh
KH.Ahmad Dahlan. Ana mengatakan bahwa ana adalah Muhammadiyah agar
orang-orang memahami bahwa ana dari organisasi Muhammadiyah, suatu ormas
yang diakui di negara ini dan tidak tergolong aliran sesat dalam
perspektif mereka. Padahal yang ana maksud dari Muhammadiyah adalah
pengikut Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, seperti halnya makna
Salafiyah (pengikut Salafush Shalih), Syafi'iyyah (pengikut madzhab
Imam Syafi'i), dan semisalnya.
Tauriyah seperti itu ana lakukan
agar tidak menambah fitnah atas diri ana, yang mana kejadian itu
disaksikan oleh orang-orang yang sangat awam dalam agama. Mereka hanya
mengetahui bahwasanya Islam itu hanya ada dua, yaitu islam dari golongan
NU (Nahdhatul Ulama) dan islam dari golongan Muhammadiyah, selain itu
tidak ada atau sesat. Seandainya ana menjawab diluar itu, niscaya mereka
akan semakin membenarkan perkataan ust.FA bahwasanya ana adalah dari
golongan yang sesat. Inilah kenyataan yang terjadi, yang mana mereka
masih sangat miskin ilmu, dan ana tidak mau mereka malah menjauhi ana
karena menganggap ana sesat, sedangkan ana berusaha untuk mendekati
mereka agar bisa mendakwahinya. Masalah tauriyah juga pernah dilakukan
oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Sebelum terjadinya perang
Badar Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam ditemani Abu Bakar
ash-Shiddiq melakukan patroli di seputar kamp militer pasukan Makkah,
tiba-tiba beliau bertemu dengan seorang laki-laki tua dari bangsa Arab,
beliau bertanya kepadanya tentang orang-orang Qauraisy, Muhammad dan
para sahabatnya. Beliau sengaja bertanya tentang orang-orang Quraisy dan
dirinya sendiri untuk mengantisipasi munculnya kecurigaan dari
laki-laki tua ini. Laki-laki tua berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun
kepada kalian berdua sebelum kalian mengatakan kepadaku dari kabilah
mana kalian berdua.” Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menjawab,
“Setelah bapak memberitahu kami maka kami akan memberitahu bapak.”
Laki-laki tua menegaskan, “Begitu?” Nabi shalallahu 'alaihi wasallam
menjawab, “Ya.” Pak tua berkata, “Aku mendengar bahwa Muhammad dan para
sahabatnya keluar pada hari ini dan itu, jika apa yang aku dengar ini
benar maka dia dan para sahabatnya ada di tempat ini dan itu. –Tempat di
mana Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya bermarkas-.
Dan aku juga mendengar bahwa orang-orang Quraisy keluar pada hari ini
dan itu, jika apa yang aku dengar ini benar, maka mereka hari ini berada
di tempat ini dan itu. –Dia menyebutkan tempat di mana pasukan Makkah
berada.” Setelah itu pak tua ini balik bertanya kepada Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam, “Dari kelompok mana kalian berdua?” Nabi
shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Kami dari maa` (air).” Kemudian
beliau meninggalkan pak tua yang bergumam, “Dari maa` apa? Apakah dari
maa` (mata air) Irak?” Tauriyahnya terletak pada jawaban Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam, “Kami dari maa`.” Kata ini berarti air dan
penggunaannya dalam konteks ini untuk makna ini adalah penggunaan yang
jauh tetapi inilah yang dimaksud oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam, maksud beliau, kami dari maa` yakni kami manusia yang
berasal-usul dari air (mani) bapak kami. Sementara laki-laki tua ini
tidak memahami makna ini, dia memahami maa` adalah sebuah mata air atau
suku di Irak. Padahal ini bukan yang dimaksud oleh Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam.
Semoga saja dengan tauriyah yang ana
lakukan bisa menyelamatkan ana dari gangguan mereka dengan izin Allah.
Alhamdulillah dengan menisbatkan kepada Muhammadiyah, ana lebih mudah
menangkis dan membantah ucapan ust.FA. Ana katakan, jika Muhammadiyah
itu sesat, niscaya Muhammadiyah sudah dilarang di negara ini, namun
kenyataannya Muhammadiyah diakui di negara ini, bahkan banyak dari
orang-orang Muhammadiyah yang duduk di MUI. Adapun masalah
perbedaan-perbedaan kenapa harus diperbesarkan? (ana mencoba mencari
senjata makan tuan). Ust.FA ada menyebutkan hadits "Perbedaan dikalangan
umatku adalah rahmat" (adapun ini adalah hadits palsu), beliau memakai
hadits tersebut untuk mencela ana karena suka membesar-besarkan masalah
perbedaan tentang tawassul atau ziarah kubur, padahal dia sendiri juga
membesar-besarkan masalah perbedaan yang ana lakukan, seperti
menyalahkan ana yang tidak ikut berdzikir dan berdoa berjama'ah, dan
perbedaan-perbedaan lainnya. Selain itu, kenapa hanya ana yang
disalahkan karena tidak ikut berdzikir dan berdoa berjama'ah bersamanya,
sedangkan orang-orang yang tidak ikut shalat maghrib berjama'ah
bersamanya, bahkan tidak shalat sama sekali tidak disalahkan olehnya?
Sebagian juga ada yang setelah shalat langsung pergi meninggalkan
jama'ah, namun kenapa tidak disalahkan? Sedangkan ana disalahkan dan
dicela hanya karena ana tidak ikut berdzikir dan berdoa bersamanya?!
Di akhir pembahasan ana mulai berargumen sesuai dengan logika mereka,
agar mereka bisa memahami apa yang ana maksudkan. Mereka mulai
mendengarkan penjelasan dari ana. Suasana sudah tidak seperti awal lagi,
karena sudah mulai kondusif. Namun sayang, kejadian tersebut tiba-tiba
terhenti oleh masuknya waktu Isya'. Tidak terasa satu jam sudah eksekusi
yang membuat ana tegang. Ana pun bisa menghirup nafas kembali. Acara
perdebatan pun berakhir dan orang-orang membubarkan diri, termasuk
petugas itu. Sebagian dari mereka bersiap-siap untuk melaksanakan shalat
Isya berjama'ah dengan memakai celana pendek dan baju seadanya, begitu
juga dengan ana. Pemandangan yang belum pernah ana jumpai sebelumnya,
shalat berjama'ah dengan celana pendek, bahkan banyak pula yang
celananya sangat seksi yaitu terlihat paha atau auratnya. Shalat Isya
itu adalah shalat ana yang kedua kalinya di bui. Dan yang mengimami
jama'ah adalah ust.FA karena beliaulah imam rawatib disini.
Setelah kejadian tersebut, ana langsung dikenal dikalangan para tahanan.
Setiap ana melewati seseorang, mereka menegur ana "Bang Abu", begitu
juga sebaliknya. Ada juga yang memberi senyuman ke ana, bahkan banyak
yang antusias untuk mengobrol dengan ana. Sebagian memanggil ana dengan
sebutan 'Ustadz', tapi langsung ana cegah dan klarifikasi bahwa ana
bukan ustadz. Wajah-wajah mereka mulai berubah tidak seperti sebelumnya,
sekarang mulai terlihat bersahabat dan ramah. Mulailah saat itu kami
saling berkenalan dan mencoba untuk berkawan. Malam ini akan menjadi
malam yang panjang bagi ana sekaligus malam pertama di bui, dan akan ana
habiskan untuk menyesuaikan diri dengan para tahanan.
Setelah
shalat Isya', jadwalnya kami untuk makan malam. Setiap makan kami
berkumpul atau berjama'ah di kamar masing-masing. Penghuni kamar nomor
tiga (kamar tempat ana tinggal) semuanya berkumpul tatkala makan. Kami
membuat lingkaran dengan posisi duduk dilantai. Setelah itu makan malam
pun dibagi-bagikan, masing-masing mendapat jatah satu box nasi lengkap
dengan lauk dan sayurnya. Ana penasaran ingin tahu seperti apa makanan
penjara itu, karena selama ini ana hanya mendengar dari kabar berita
saja dan belum pernah melihatnya secara langsung. Dan sesaat lagi, ana
akan melihat seperti apa makanan penjara itu...makanan yang belum pernah
ana rasakan...makanan yang akan membuat ana terkejut melihatnya...
Bersambung -Insya Allah-
Oleh Abu Fahd Negara Tauhid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan saran dan kritiknya